Pada materi kuliah Ushul Fiqh (1) ini, ada tiga topik utama yang dibahas, yaitu sebagai berikut:
A. Konsep Dasar Ushul Fiqh: Bagian ini menjelaskan definisi Ushul Fiqh sebagai ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk memahami hukum syariat. Topik ini juga mencakup objek pembahasan Ushul Fiqh yang meliputi dalil, hukum, kaidah, dan ijtihad.
B. Sejarah dan Perkembangan Fiqh dan Ushul Fiqh: Bagian ini menguraikan lima fase sejarah Fiqh dan Ushul Fiqh, mulai dari periode Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hingga fase kebangkitan kembali di era modern.
C Sumber Hukum Islam: Ini adalah topik yang paling rinci, dibagi menjadi dua kategori utama;
1. Sumber Hukum yang Disepakati (Muttafaq): Mencakup Al-Qur'an, Hadis, Ijma', dan Qiyas.
2. Sumber Hukum yang Diperdebatkan (Mukhtalaf): Menjelaskan beberapa sumber hukum yang tidak disepakati oleh seluruh ulama, seperti Istihsan, Maslahah Mursalah, 'Urf, Istishab, Syar'u Man Qablana, Qaul al-Sahabi, serta Sadd ad-Dzara'i dan Fath ad-Dzara'i.
A. Konsep Dasar Ushul Fiqh
Materi ini diawali dengan mendefinisikan Ushul Fiqh sebagai ilmu yang memuat kaidah-kaidah untuk memahami hukum syariat yang berkaitan dengan perbuatan manusia (hukum syara' amaliyah). Ushul Fiqh berfungsi sebagai fondasi bagi ilmu Fiqh, yang merupakan ilmu tentang hukum syara' yang didapatkan dari dalil-dalil terperinci.
Ada empat objek pembahasan utama dalam Ushul Fiqh:
Dalil: Meliputi jenis, syarat, dan kekuatan dalil.
Hukum: Membahas jenis-jenis hukum (taklifi dan wad'ī) serta pihak yang menetapkan dan subjek hukumnya.
Kaidah: Aturan untuk memahami hukum syara', baik kaidah kebahasaan maupun kaidah tujuan penetapan hukum.
Ijtihad: Menjelaskan jenis ijtihad, syarat menjadi mujtahid, tingkatan, dan hukumnya.
Mempelajari Ushul Fiqh bertujuan untuk menerapkan kaidah-kaidah pada dalil-dalil guna menghasilkan hukum syara' serta menyelesaikan persoalan-persoalan kontemporer. Manfaatnya pun beragam, mulai dari pemahaman sejarah metode mujtahid hingga sebagai panduan untuk menjalankan hukum Allah.
B. Sejarah dan Perkembangan Fiqh
Sejarah Fiqh dan Ushul Fiqh dibagi menjadi lima fase penting:
Fase Pertumbuhan (Periode Rasulullah): Hukum ditetapkan melalui wahyu (Al-Qur'an dan Sunnah) secara bertahap. Meskipun belum ada sebagai ilmu terpisah, metode ijtihad dan qiyas sudah mulai digunakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Fase Perkembangan (Sahabat): Setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ijtihad Sahabat menjadi sumber hukum baru untuk masalah yang tidak ada di nash. Contohnya adalah pengumpulan Al-Qur'an oleh Abu Bakar.
Fase Formulasi dan Sistematisasi (100 H - 300 H): Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh mulai dibukukan. Periode ini ditandai dengan munculnya dua corak Fiqh:
a. madrasah ahl al-ra'y (mengutamakan logika)
b. madrasah ahl al-hadis (mengutamakan Hadis).
Imam Syafi'i dianggap sebagai "Bapak Ushul Fiqh" karena karyanya, kitab al-risalah.
Fase Stagnasi (Kemunduran): Periode ini ditandai dengan kemandegan pemikiran, di mana pengikut hanya berfokus pada fanatisme mazhab dan praktik taklid yang ketat, bukan pada pengembangan ilmu.
Fase Kebangkitan Kembali (Abad ke-19 M - Sekarang): Ditandai dengan semangat pembaharuan (tajdid) dan seruan untuk kembali ke sumber utama, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Fase ini mendorong dibukanya kembali pintu ijtihad, terutama ijtihad jama'i (kolektif).
C. Sumber Hukum Islam (Dalil)
Materi ini mengelompokkan sumber hukum menjadi dua jenis: muttafaq (disepakati) dan mukhtalaf (diperdebatkan).
1. Sumber Hukum Muttafaq (Disepakati)
a. Al-Qur'an: Sumber hukum utama yang bersifat qat'i (definitif dan pasti), wajib dijadikan rujukan pertama, dan menjadi pembenaran bagi semua sumber hukum lainnya.
b. Hadis (Sunnah): Sumber hukum kedua yang berfungsi sebagai penjelas (bayan) bagi Al-Qur'an. Fungsinya meliputi bayan taqrir (menguatkan), bayan tafsil (merinci), dan bayan tasyri' (menetapkan hukum baru).
c. Ijma' (Konsensus): Kesepakatan seluruh mujtahid setelah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ijma' yang sah wajib diikuti karena dianggap sebagai hukum syara' yang bersifat definitif (qat'i).
d. Qiyas (Analogi): Menyamakan masalah baru yang tidak ada hukumnya dengan masalah lain yang sudah ada hukumnya, karena keduanya memiliki 'illat (alasan hukum) yang sama. Hukum yang ditetapkan melalui qiyas juga wajib diikuti.
2. Sumber Hukum Mukhtalaf (Diperdebatkan)
Materi ini juga membahas beberapa sumber hukum yang sering diperdebatkan oleh para ulama.
a. Istihsan: Berpindah dari satu hukum ke hukum lain demi mencapai kemaslahatan, seringnya dari qiyas jali (analogi jelas) ke qiyas khafi (analogi samar).
b. Maslahah Mursalah: Penetapan hukum berdasarkan pertimbangan kemaslahatan umum yang tidak memiliki dalil tegas yang membenarkan atau menolaknya.
c. 'Urf (Kebiasaan): Kebiasaan yang berlaku di masyarakat dan dijadikan dasar hukum.
d. Istishab: Prinsip untuk mempertahankan suatu hukum yang sudah ada sampai ada dalil baru yang mengubahnya.
e. Syar'u Man Qablana: Syariat umat sebelum Islam yang hukumnya diperdebatkan apakah berlaku untuk umat Rasulullah Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.
f. Qaul al-Sahabi: Pendapat atau fatwa ijtihad dari para Sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
g. Sadd ad-Dzara'i & Fath ad-Dzara'i: Metode preventif untuk mencegah (sadd) atau membuka (fath) jalan menuju suatu tujuan, baik yang dilarang maupun yang dianjurkan.
Secara keseluruhan, materi kuliah ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang Ushul Fiqh, mulai dari definisi dan tujuan, sejarah perkembangannya, hingga dalil-dalil atau sumber hukum yang digunakan dalam penetapan hukum Islam. Materi ini membedakan secara jelas antara sumber hukum yang disepakati dan yang diperdebatkan, serta menjelaskan alasan di balik setiap perbedaan pendapat tersebut.