Dalam penetapan hukum syariat, pemahaman mendalam terhadap illat (sebab) sangatlah penting. Salah satu kaidah fikih yang relevan dengan hal ini adalah:
لا يجوز توسيع دائرة التحريم المنصوصة على أساس تعليل غير منصوص
"Tidak boleh memperluas cakupan pengharaman yang telah ditetapkan secara tekstual (nas) berdasarkan illat yang tidak disebutkan secara eksplisit dalam sebuah nas tertentu."
Kaidah ini melarang kita untuk memperluas larangan yang sudah jelas dalam Al-Qur'an atau hadis dengan mencari-cari sebab lain yang tidak secara tegas disebutkan.
Studi Kasus: Larangan Makan Minum dengan Wadah Emas dan Perak
Contoh klasik penerapan kaidah ini adalah larangan makan dan minum menggunakan wadah dari emas dan perak. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ والْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا
"Janganlah kalian minum dari wadah emas dan perak. Dan jangan pula kalian makan dari piring yang terbuat dari keduanya."
Hadis ini kemudian menjelaskan illat atau alasan di balik larangan tersebut:
"Karena wadah-wadah itu milik mereka (orang kafir) di dunia, dan untuk kalian di akhirat."
Dari hadis ini, jelas bahwa illat larangan tersebut adalah untuk menghindari penyerupaan dengan kebiasaan orang kafir. Sebab, penggunaan wadah emas dan perak untuk makan dan minum merupakan ciri khas gaya hidup mereka.
Bolehkah Memperluas Illat Larangan Tersebut?
Lantas, apakah kita bisa memperluas illat larangan ini, misalnya dengan menyatakan bahwa alasannya adalah larangan pamer atau gaya hidup mewah?
Menurut sebagian ulama, perluasan illat ini tidak diperbolehkan, karena beberapa alasan:
1. Menafikan Otoritas Syariat
Memperluas illat berarti menetapkan hukum baru di luar batasan yang sudah ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini seolah-olah mengesampingkan otoritas Rasulullah sebagai penentu hukum syariat.
2. Berpotensi Mengharamkan Secara Berlebihan
Jika illat larangan ini diperluas menjadi larangan pamer, maka penggunaannya akan diharamkan secara mutlak, tidak hanya untuk makan dan minum, tetapi juga untuk keperluan lain, seperti menyimpan barang atau hiasan.
Jika semua kegunaan emas dan perak diharamkan, maka syariat akan lebih logis jika memerintahkan untuk menghancurkannya, seperti halnya perintah menghancurkan berhala. Namun, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan demikian. Hal ini menunjukkan bahwa larangan hanya berlaku spesifik untuk makan dan minum.
3. Bertentangan dengan Asas Hukum Asli (Al-Bara'atul Ashliyyah)
Asas dasar dalam hukum Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya mubah (dibolehkan), kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Memperluas illat tanpa dasar nas yang kuat akan bertentangan dengan asas ini, dan berpotensi mengharamkan sesuatu yang pada dasarnya tidak dilarang.
Selain itu, ada riwayat dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘anha yang menyimpan helai rambut Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam wadah perak. Jika illat larangan memang meluas, niscaya beliau tidak akan menggunakan wadah perak untuk tujuan tersebut. Bahkan, Ummu Salamah sendirilah yang meriwayatkan hadis tentang ancaman bagi peminum dari wadah perak. Ini menguatkan pemahaman bahwa larangan tersebut bersifat spesifik.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, penting untuk memahami batasan illat yang telah ditetapkan syariat. Menerapkan kaidah ini secara ketat membantu kita untuk tidak berlebihan dalam mengharamkan sesuatu dan tetap berpegang pada batasan yang telah digariskan oleh Al-Qur'an dan sunah.
Wallahu a'lam bis shawab.