Dalam diskursus keilmuan, banyak aliran pemikiran modern—seperti positivisme, materialisme, dan humanisme—menemukan kesamaan landasan. Mereka sepakat bahwa pengetahuan yang dapat dianggap ilmiah adalah pengetahuan yang telah terverifikasi, baik melalui penalaran logis (rasional) maupun pengalaman indrawi (empiris). Standar ini menjadi bahasa universal yang memungkinkan para ilmuwan dari berbagai latar belakang filosofis untuk berkomunikasi, menguji hipotesis, dan membangun teori.
Bagi aliran pemikiran ini, realitas terbatas pada apa yang dapat diamati dan dijelaskan oleh hukum alam. Kebenaran tidak dianggap absolut, melainkan bersifat relatif dan terus berkembang seiring dengan penemuan-penemuan baru. Misalnya, teori fisika Einstein merevisi teori Newton, menunjukkan bahwa pengetahuan ilmiah adalah proses dinamis, bukan sekumpulan dogma statis.
Rasionalisme menempatkan nalar sebagai sumber utama pengetahuan.
Empirisme menekankan peran indera dan pengalaman.
Positivisme menggabungkan keduanya, menolak metafisika, dan hanya mengakui fakta yang dapat diverifikasi secara ilmiah.
Dengan demikian, klaim yang tidak dapat diuji—seperti keberadaan entitas spiritual atau fenomena supernatural—dianggap berada di luar cakupan ilmu pengetahuan.
Pandangan Islam memiliki fondasi epistemologis yang berbeda secara fundamental. Ilmu pengetahuan dalam Islam didasarkan pada tiga sumber: akal, indera, dan wahyu (khabar shadiq).
Yang membedakan adalah hierarki otoritasnya: wahyu menduduki posisi tertinggi. Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dianggap sebagai sumber kebenaran yang mutlak dan sempurna. Sementara akal dan indera sangat dihargai sebagai alat untuk memahami alam semesta, keduanya dianggap memiliki keterbatasan dan berpotensi salah.
Dengan demikian, jika sebuah teori ilmiah yang dihasilkan dari penalaran atau eksperimen bertentangan dengan Al-Qur'an atau hadis yang sahih, maka teori tersebut dianggap tidak valid atau keliru. Ilmu pengetahuan, dalam pandangan ini, berfungsi untuk mendukung dan memperkuat keyakinan terhadap kebenaran wahyu, bukan untuk menantangnya. Banyak ayat Al-Qur'an yang secara eksplisit mendorong manusia untuk merenungkan alam semesta dan menggunakan akal, menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan adalah bagian integral dari keyakinan.
Perbedaan mendasar ini menciptakan dua pendekatan yang berbeda terhadap realitas:
Pendekatan Ilmiah Modern: Realitas terbatas pada apa yang dapat dijelaskan oleh hukum alam, dan kebenaran bersifat relatif. Tidak ada otoritas eksternal yang dapat meniadakan temuan ilmiah selain bukti ilmiah itu sendiri.
Pendekatan Islam: Realitas mencakup dimensi fisik (alam) dan metafisik (wahyu). Kebenaran tertinggi telah diwahyukan, dan peran ilmu pengetahuan adalah untuk mengungkapkan keajaiban alam semesta sebagai tanda-tanda kebesaran Tuhan.
Sebagai kesimpulan, kedua pandangan ini memiliki metodologi yang serupa dalam menguji hipotesis—melalui nalar dan empirisme—tetapi memiliki perbedaan yang mendalam dalam hierarki kebenaran. Bagi pemikiran modern, kebenaran adalah hasil dari pencarian yang berkelanjutan; bagi Islam, kebenaran mutlak telah diberikan, dan ilmu pengetahuan adalah sarana untuk memahaminya lebih dalam.