Di era modern ini, kehidupan materialistik telah melahirkan fenomena baru: manusia sebagai budak materi. Bukan lagi sekadar alat untuk memenuhi kebutuhan, materi telah naik takhta menjadi tuhan baru yang disembah. Manusia menyerahkan waktu, energi, bahkan idealisme, demi mengejar kekayaan, status, dan kekuasaan. Loyalitas yang luar biasa ini menjadi indikator jelas betapa tingginya nilai materi di dalam hati mereka.
Namun, pertanyaan mendalam muncul: adakah "sembahan" ini akan memberikan kemanfaatan yang kekal?
Jika kita coba membayangkan materi yang paling perkasa, daya nalar manusia akan sangat beragam. Ada yang melihat matahari begitu perkasa dengan cahayanya yang menghidupi seluruh makhluk, lalu menjadikannya sebagai tuhan. Ada juga yang mengagungkan bulan karena mampu memberi keteduhan dan cahaya di tengah kegelapan. Dua fakta ini adalah cerminan dari kecenderungan manusia untuk mengagungkan apa pun yang tampak besar dan berkuasa di hadapannya. Dalam konteks modern, uang dan kekuasaanlah diantara yang menempati posisi itu.
Sayangnya, semua "tuhan" yang diciptakan manusia, sekuat, sebesar, dan semenawan apa pun, pada akhirnya akan sirna. Kemanfaatan yang mereka berikan hanyalah fatamorgana yang menghilang saat fajar akhirat tiba. Di momen krusial itulah, hanya ada satu yang tersisa, Dialah Tuhan Yang Maha Berkuasa.
Sebuah seruan tegas menggema dari firman-Nya:
إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ
"Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah bahan bakar neraka Jahannam. Kamu pasti masuk ke dalamnya." [Al-Anbiya: 98]
Ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang disembah selain Allah, kelak akan dihadirkan bersama para penyembahnya di dalam neraka. Hal ini bukan untuk menghukum entitas itu, melainkan sebagai instrumen azab yang menambah kepedihan batin. Tujuan utamanya adalah untuk menunjukkan secara langsung kepada para penyembah bahwa "tuhan" mereka ternyata tidak mampu memberi sedikit pun manfaat di hadapan keagungan Sang Pencipta.
Narasi ini semakin diperkuat oleh sabda Rasulullah ﷺ:
الشمسُ والقمَر مكوَّران في النَّار يومَ القيامة
"Matahari dan bulan digulung di dalam api neraka pada Hari Kiamat."
Hadits ini bukan berarti matahari dan bulan yang tidak berakal akan dihukum. Sebaliknya, ia adalah pernyataan visual yang dramatis dan menghancurkan ilusi. Bayangkan bagaimana perasaan para penyembah matahari, yang menganggapnya sebagai sumber kehidupan, menyaksikan "tuhan" mereka digulung dan dibuang ke dalam api. Ini adalah puncak dari kehampaan dan penyesalan. Mereka akan melihat dengan mata kepala sendiri bahwa sembahan-sembahan mereka—apakah itu matahari, bulan, atau materi dunia—ternyata tidak memiliki kekuatan mutlak dan tidak mampu menyelamatkan diri mereka sendiri, apalagi para pengikutnya.
Pada akhirnya, tulisan ini adalah sebuah refleksi bagi seluruh pembacanya: di balik gemerlapnya dunia materi, ada realitas abadi yang menanti. Pilihan ada di tangan kita: apakah kita akan terus menjadi budak dari tuhan yang semu, ataukah kembali kepada Sang Pencipta Yang Maha Memiliki Kekuasaan Mutlak dan Manfaat yang kekal.