Dari Ka'ab bin 'Ujrah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ، ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا إِلَى المَسْجِدِ فَلَا يُشَبِّكَنَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ، فَإِنَّهُ فِي صَلَاةٍ
"Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, lalu ia membaguskan wudhunya, kemudian ia keluar menuju masjid dengan sengaja, maka janganlah ia menjalin jari-jemarinya; karena sesungguhnya ia sedang dalam keadaan shalat." (HR. At-Tirmidzi No. 386, dihasankan oleh Al-Albani).
Larangan ini jika berlaku bagi mereka yang berada di masjid dan tengah menanti shalat, dengan dalih karena mereka itu dihukumi sama dengan seorang yang tengah shalat; maka tentu larangan ini pun sangat relevan berlaku bagi mereka yang tengah shalat.
Syu’bah, bekas budak Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata;
صَلَّيْتُ إِلَى جَنْبِ ابْنِ عَبَّاسٍ فَفَقَّعْتُ أَصَابِعِي، فَلَمَّا قَضَيْتُ الصَّلَاةَ قَالَ: لَا أُمَّ لَكَ! تُفَقِّعُ أَصَابِعَكَ وَأَنْتَ فِي الصَّلَاةِ
"Aku shalat di samping Ibnu Abbas, lalu aku membunyikan jari-jari tanganku. Setelah aku selesai shalat, beliau berkata: 'Celaka kamu! Kamu membunyikan jari-jarimu padahal kamu sedang shalat!'" (Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah No. 7280, sanadnya dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani dalam Irwa' al-Ghalil).
Dari dua keterangan ini ulama berkata bahwa hukum menjalin jari (tasybik) dan membunyikkan sendi-sendi (farqa’ah) ketika menunggu atau melaksanakan shalat adalah makruh. Adapun selain dari dua keadaan itu, maka hukumnya adalah mubah, yang dikuatkan dengan perbuatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjalin jari-jemarinya ketika selesai shalat sembari bersandar di sebuah tiang kayu di masjid.
Wallahu a’lam